Disemua literatur atau buku perpajakan yang pernah saya baca membahas PPh Psl.26 harus dikenakan atas semua pembayaran atau beban kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia asalkan penghasilan tsb sebagaiman tertera di pasal 26.
Pasal tsb yang membuat saya terpikir-pikir adalah menyangkut "Jasa". Bagaimana bila jasa tersebut tidak atau sama sekali tidak dilakukan di Indonesia tetapi di Luar Negeri? Tetap dikenakan PPh 26?
Saya pikir koq aneh...
Waktu dulu diajarkan Hukum Pajak kalau gak salah (kalo gak salah nech... jadi maap kalo ampe salah ye.. tolong koreksi..), pajak itu dikenakan karena menggunakan sumber daya di indonesia istilahnya upeti karena kegiatan/usaha di Indonesia. Lalu bila pelaksanaan Jasa dilakukan di Luar Negeri, tidak menyenggol-nyenggol properti/tanah bumi Indonesia, apakah tetap dikenakan PPh Psl.26? Koq tidak adil rasanya bila tetap dikenakan PPh?
Sulit saya temukan buku perpajakan pembahasan yang pasti alasan seandainya pelaksanaan di Luar Negeri tidak dikenakan PPh Psl.26 dan kebalikannya seandainya pelaksanaan di Indonesia maka dikenakan PPh Psl.26.
Pertama-tama setujuh dah sama UU PPh Nomor 7 Tahun 1983:
Pasal 26
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terhutang oleh badan Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara dan Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun atau oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri, dipotong pajak yang bersifat final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan :
a. dividen dari perseroan dalam negeri;
b. bunga, termasuk imbalan karena jaminan pengembalian hutang;
c. sewa, royalti, dan penghasilan lain karena penggunaan harta;
d. imbalan yang dibayarkan untuk jasa teknik, jasa manajemen dan jasa lainnya yang dilakukan di Indonesia;
e. keuntungan sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
Jadi kesimpulannya "Jasa (d)" dikenakan pajak kalau kegiatannya dilakukan di Indonesia atau memanfaatkan sumber/berusaha/melakukan kegiatan /menginjakkan kaki di Indonesia.
Namun terjadi perubahan UU PPh tsb dengan Nomor 10 Tahun 1994 yang berlaku mulai 01 Januari 1995 salah satunya adalah Pasal 26 tersebut, sedikitnya dari Pasal 26 sbb:
Pasal 26
(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan :
a. dividen;
b. bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
Kalimat "yang dilakukan di Indonesia" dihilangkan ("maksudnya apa?") yang berlaku mulai tahun 1995 namun penjelasan pada Pasal 26 UU PPh No.10 Tahun 1994 tsb adalah:
Pasal 26
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia, Undang-undang ini menganut dua sistem pengenaan pajak, yaitu pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, dan pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.
Ketentuan ini mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
Berdasarkan perubahan2 tsb, awalnya saya kira sungguh meyakinkan ini adalah penegasan saja, bukan pertentangan walaupun dihilangkannya kata "yang dilakukan di Indonesia", karena sudah digantikan dengan penjelasannya, yaitu "bersumber di Indonesia". So.. nda' ada masala toh? Jadi bila Jasa tsb dilakukan di Luar Negeri maka tidak dipotong PPh. Itu awalnya.
Hal berlawanan ketika membaca surat2 balasan dari DJP mengenai pertanyaan2 WP bila ada Pelaksanaan Jasa oleh WP Luar Negeri, hampir semuanya (apalagi tahun2 terbaru) menjawab bila tidak ada TaxTreaty maka terutang PPh Psl.26. Tapi koq di surat2 tsb tidak ada mengatakan syarat-syarat jika Jasa tsb dilakukan di Indonesia? Artinya luas dong?
Loh koq begini jadinya?
Lalu sebenarnya apa arti/maksud kalimat "Penghasilan dari Indonesia" atau kalimat "bersumber di Indonesia"?
Coba cari-cari kata tsb, hanya ditemukan pada Pasal 24 sbb:
Pasal 24
(1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
(2) Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut:
a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;
b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;
c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;
d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
f. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada;
g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan
h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
(4) Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang dimaksud pada ayat tersebut.
Namun pengertian tsb hanya terbatas untuk keperluan Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan.
Panjang lebar cerita malah tambah binggung yah...
Singkat kata menurut saya:
1. Berdasarkan jawaban-jawaban DJP kepada WP-WP yang menyatakan terutang PPh Psl.26 maka ikut saja seperti apa maunya DJP. Filosofi tinggallah filosofi... yang penting ada uang masuk.
2. UU PPh Nomor 7 Tahun 1983 Pasal 26 atas Jasa, Pekerjaan, dan Kegiatan telah mengalami perubahan menjadi lebih luas dengan dihilangkannya kalimat "yang dilakukan di Indonesia" di UU PPh No.10 Tahun 1994 meskipun pada penjelasan ada kalimat "dari Indonesia" dan "bersumber di Indonesia" namun tidak ada pengertian "yang dilakukan di Indonesia" sehingga pengertian tsb masih tidak jelas. Atau mungkin "Uang/Pembayaran dari Indonesia" = "Penghasilan dari Indonesia"/"bersumber dari Indonesia".
Contoh-contoh yang diberikannya-pun adalah jasa yang dilakukan di Indonesia. Atau surat2 balasan tsb yang salah?
3. Pasal 26 dan Pasal 24 seharusnya (kalau mau adil yah) saling bertolak belakang (keterkaitan) dimana jika Indonesia mengakui (Penghasilan) negara sumber penghasilan atau dengan kata lain Pemotong PPh dari negara Pembayar (PPh Psl.26) maka Indonesia-pun harus mengakui kalau Indonesia dipotong oleh pihak negara pembayar maka dapat dikreditkan/diakui (PPh Psl.24). Atau dengan kata lain lagi mungkin.... Perbuatlah demikian kepada orang lain bila ingin diperbuat demikian oleh orang lain. Asas Timbal Balik.
4. Kalau PPh Psl.26 atas Jasa mau dikenakan secara luas baik dilakukan di LN maupun di Indonesia asal pembayarnya WP DN mengapa tidak diperjelas kata "dari Indonesia"/"bersumber dari Indonesia" atau dihilangkan saja kata tsb. Kemudian juga kalau mau PPh Psl.26 atas Jasa mau dikenakan secara luas baik dilakukan di LN maupun di Indonesia mengapa pengertian sumber penghasilan di PPh Psl.24 hanya terbatas untuk penghitungan batas pengkreditan saja?
eof
No comments:
Post a Comment