Wednesday, July 23, 2014

Pajak dalam Kontrak/Perjanjian

Kali ini saya membahas PPN dan PPh yang diwakili oleh kata pajak di dalam kontrak atau perjanjian selain BPHTB, PPhTB, atau lainnya.
Berdasarkan peraturan pajak, yang jelas diatur hanya PPN, yaitu Termasuk/Include PPN dan Belum Termasuk/Exclude PPN. Pajak ini sudah jelas. Bagaimana dengan PPh?

Yang saya ketahui, Include / Exclude PPh tidak dengan jelas diberikan penegasan atau contohnya dalam aturan pajak.

Sekarang kita mulai membahas PPh.
Didalam PPh terdapat macam-macam tata cara pembayaran pajak, yaitu melalui:
  1. Pemotongan PPh, yaitu PPh 21, 23, 26, 4(2), dan 15
  2. Pemungutan PPh, yaitu PPh 22
  3. Setor Sendiri, yaitu PPh 25, 4(2), dan 15
Didalam PPN hanya terdapat 1 cara pembayaran pajak, yaitu melalui:
  1. Pemungutan PPN
Didalam Kontrak atau Perjanjian, umumnya yang pernah saya baca, penggunaan kata pajak merujuk kepada nilai kontrak adalah:
  1. Sudah Termasuk Pajak / Setelah Pajak / Net / Bersih
  2. Belum Termasuk Pajak / Sebelum Pajak
  3. Pajak ditanggung
Bagaimana mengartikan kata-kata tersebut?
Penting mengetahui terlebih dahulu apa definisi memotong, memungut, dan menyetor sendiri karena Pajak tidak lepas dari hal tersebut, yaitu:
  • Memotong = Mengurangi Uang yang akan dibayarkan oleh Pembeli kepada Penjual
  • Memungut = Meminta Uang lagi (tambahan uang) oleh Penjual, meminta kepada Pembeli
  • Setor Sendiri = Menerima Uang seutuhnya/full tetapi Penjual membayar sendiri Pajaknya tersebut dengan mengambil uang dari Penghasilan tersebut
Contoh diatas, Misal Penghasilan 100 dengan PPh 2% adalah:
  • Memotong = 100 - 2 sehingga Penanggung Jawab Memotong, yaitu Si Pembayar/Si Pembeli, dengan membayar Kas 98 ke Penjual
  • Memungut = 100 + 2 sehingga Penanggung Jawab Memungut, yaitu Si Penjual, dengan menerima Kas 102 dari Pembeli
  • Setor Sendiri = 100 - 2 sehingga Penanggung Jawab Setor Pajak, yaitu Si Penjual, dengan menerima Kas 100 dari Pembeli dan Si Penjual membayarkan sendiri Pajaknya 2, maka Uang Kas yang sisa adalah 98
Contoh Setelah Pajak, misalkan DPP 100, PPN 10, dan PPh 2.
  1. Komisi 108 Setelah Pajak. Artinya 108 setelah dipungut PPN dan Setelah dipotong PPh. Berapa DPPnya? 100(DPP) + 10(PPN) - 2(PPh) = 108 Jadi, DPP = 100
  2. Komisi 98 Net. Artinya diterima setelah dikurang-kurangi atau dikeluarkan semua pajaknya. Berapa DPPnya? 100(DPP) + 10(PPN) - 2(PPh) = 108 Uang yang dibayarkan. Jadi, DPP = 100
  3. Beli Semen 112 Setelah Pajak. Artinya 112 setelah dipungut PPN dan Setelah dipungut PPh 22. Berapa DPPnya? 100(DPP) + 10(PPN) + 2(PPh) = 112 Jadi, DPP = 100
  4. Sewa dari Orang Pribadi kepada Orang Pribadi, bukan PKP, Sewa 100 Net. PPh 10%, Setor Sendiri. Artinya 100 Setelah Setor Sendiri. Berapa DPPnya? 111(DPP) - 11(PPh) = 100 Jadi, DPP = 111. Kurang Sesuai untuk hal ini, lebih baik tidak menambahkan keterangan "Net" untuk kondisi Pajak Setor Sendiri. (Edit)
Secara umum, yang menanggung PPh adalah Si Penerima Penghasilan. Punya Penghasilan ya kena Pajak. Namun di dalam kontrak bisa muncul bahwa PPh ditanggung oleh bukan Si Penerima Penghasilan, yaitu ditanggung Pembeli. Memang aneh. Paragraf ini akan berbeda jika diterapkan pada contoh diatas. 

Jika dalam kontrak tidak membicarakan mengenai Setelah/Sebelum Pajak, hal ini akan lebih mudah dalam perhitungan pajak, yaitu nilai dalam kontrak akan menjadi DPP. Mudah bukan?

No comments:

Post a Comment